Minggu, 21 April 2013

Mengapa Harus Kartini?

Ditulis oleh :
Tiar Anwar Bachtiar dalam http://insistnet.com

Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).

Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan.

Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia. Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam? Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama? Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan? Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia? Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia? Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu? Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya.

Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini? Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu.

Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita.

Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang ber inisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiranpikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini. Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fa -timah dari Aceh, klaim-klaim ke terbe lakang an kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita.

Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus menda -pat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus.

Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi: Ibu kita Cut Nyak Dien. Putri sejati. Putri Indonesia..., mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka. Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong tak dir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius: Mengapa Harus Kartini?

Sumber  gambar http://www.facebook.com/pages/Sejarah-Aceh/255160681790

20 komentar:

  1. oh jadi begitu yah :D thank share gan :D, Kunjugan baliknya yah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya kita juga harus mendalami kebenaran sejarah tersebut, mana tau ada informasi yg keliru...
      Yang pasti dasar negara kita tetap mengacu pada Pancasila

      Hapus
  2. Baru tau ntu ane sejarahnya gan.
    Thanks atas infonya.

    BalasHapus
  3. Infonya bagus, keren, dan menarik sob. Kunjungi balik ke blog saya www.ankurniawan.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks sob...blognya uda ane kunjungi, keren sob ^^

      Hapus
  4. jaman sekarang masih ada gak ya generasi seperti kartini ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti banyak gan...
      salah satu contohnya ibu maria loretha yg menjadi penggagas tanaman sorgum sebagai pengganti beras yg bermanfaat bagi warga NTT

      Hapus
  5. kalo menurut ane pertanyaan dari agan adalah jawabannya karena kartini merupakan pehimpun wanita yang sosoknya hanya bisa melekat di dia. nah sekarang para kaum wanita jaman sekarang harus bisa mencontoh semngatnya

    BalasHapus
  6. mantab gan infonya.. ngomongin pejuang wanita yang satu ini gak bakal bosen pastinya

    BalasHapus
  7. hehehe ane tak tau kenape jadi gitu yak....tu lagu sapa yang ngaransemen pertama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe...
      Yang ciptainnya W.R Supratman gan...

      Hapus
  8. iya, memang benar, tapi menurut saya Kartini itu dalam sudut pandang orang banyak menjadi ikon bagi semua pahlwan wanita, bukan hanya seorang kartini saja yang dilihat, terkadang ada saat dimana kita tidak bisa menyamaratakan sesuatu karena situasi..

    BalasHapus
  9. intinya sih masyarakat Indonesia masih banyak buanget yang belum tau sejarah atau bahkan gak suka sejarah jadinya mereka hanya ikut-ikutan saja tanpa tau esensi dari suatu tokoh tersebut. terlebih lagi media kita hanya mempublikasikan tentang kartini jadilah terdoktrin bahwa kartini super hero cewek dari Indonesia padahal kita masih punya banyak pahlawan wanita lainnya. peran media sangat lah penting untuk memperkenalkan tokoh ini karena masyarakat Indonesia sudah terdikte dari apa yang di lihatnya di televisi. jadi untuk merubah maind set tersebut tentunya dari media.

    BalasHapus
  10. good,,
    masyarakat sudah memakan doktrinasi pragmatis tidak berdasarkan empiris

    BalasHapus
  11. Kalo kata bokap ane karena kartini dari jawa

    BalasHapus

Berikan komentar yang sopan yah, hehehe.... ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...