Rabu, 21 September 2011

Bagaimana hukumnya kalau kita memelihara binatang dengan sengaja diberi makan najis?

Bagaimana hukumnya kalau kita memelihara binatang dengan sengaja diberi makan najis. Sedangkan najis hukumnya haram. Seperti memelihara ikan di empang, dengan sengaja dibikin tempat buang air (jamban). Bagaimanakah hukumnya ikan itu kita makan atau jual?
Jawaban :
Binatang darat atau binatang air, yang boleh dimakan, yang setiap harinya diberi makan najis, baik kotoran manusia atau najis lainnya dalam bahasa agama disebut Jallalah.
Di dalam kitab Hayatul Hayawan Al Kubro, juz 1, halaman 495, ada tertera sebagai berikut :
Waljalalatu hiyallati ta’kulul’adzaroti wannajasati sawau’kanat minal’ibili wilbaqori awilgonami widdaja ji wil’I wadzi wissama’I awgoyridza lika minal ma’kul
Artinya : Dan Aljallalah itu, adalah binatang yang makan tahi dan najis lain-lainnya sama saja binatang itu onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan ikan atau lain dari pada itu, dari pada binatang yang dapat dimakan.
Hukum makan Jallalah adalah makruh, selama jallalah itu berubah dagingnya, berbau atau berupa atau berasa najis. Akan tetapi apabila Jallalah itu sudah diberi makan dengan makanan suci yang bukan najis, dalam beberapa hari yang ghalibnya dapat mengembalikan keadaan dagingnya tidak berbau lagi maka hilanglah makruhnya.
Umpamanya saja : ikab gurami, yang diberi makan najis. Biasanya daging gurameh itu di kala masih mentah, artinya sebelum digoreng atau dicuci. Kalau kita segera memasak gurameh aitu dan memakannya, maka berarti kita telah makan Jallalah yang dimakruhkan.
Akan tetapi apabila ikan gurameh itu, ditangkap dulu dari tempat yang disediakan najis, lalu dipelihara / sekira 3 hari dan diberi makan makanan suci sehingga hilang bau najisnya maka tidaklah makruh memakannya.
Tersebut dalam fathul Mu;in pada Hamisi I;anatutthalibin juz ke 11, halaman 351, sebagai berikut :
Wayukrohu jallalatu walau mingori na’amin kada ja jin in wujida fiha rihunnajasah
Artinya : Dan dimakruhkan Jallalah, sekalipun bukan onta, sapi dan kambing, seperti ayam, jika didapatkan padanya bau najis.
Tersebut pula dalam Syarhuttahrir pada Hamisi Hasyiatussyarqawi jus ke II, halaman 456, sebagai berikut :
Para pendengar yang tekun. Adapun hukum memberi makan binatang yang boleh dimakan, dengan makanan najis, adalah makruh. Sebagaimana dalam Hasyiatussyarqawi jus ke II, halaman 456 itu juga :
Na’am yukrohu it’amu ma’qu latin najisan kamakola muhammaduromlih
Artinya : Yah. Dimakruhkan memberi makanan binatang yang boleh dimakan dengan najis, sebagaimana dikatakan Muhammad Arromly.
Adapun hukum menjual Jallalah. Menjual Jallalah dalam keadaan sudah mati, seperti ikan gurameh Jallalahyang sudah mati, atau ayam Jallalah yang sudah disembelih sebelum diadakan penyaringan yang muktabar, adalah hukumnya makruh.
Karena penjualan ini menjadi wasilah untuk yang makruh, yaitu dimakan. Menurut Qaidah :
Liannalwasa ila hukmilmaqosid
Artinya : Karena wasilah – wasilah itu adalah sehukum dengan segala maksudnya.
Adapun apabila dijualnya dalam keadaan hidup, dimana masih mungkin diadakan penyaringan untuk menghilangkan makruhnya, adalah mubah, tanpa kemakruhan.

Sumber : K.H.M Sjafi’i Hadsami. 100 Masalah Agama (Taudlihul Adillah) Jilid 1. 1971

2 komentar:

Berikan komentar yang sopan yah, hehehe.... ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...